Cerita-Cerita Seks Sejagat
Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis
penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup
semakin kencang melihat penis penis itu begitu besar. Girno mengambil
posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan
pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana
dalamku, kini aku sudah telanjang bulat. Tubuhku yang putih mulus
terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu.
“Indah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi
indah sekali”, puji Girno. Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku
amat jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Girno, yang
ternyata paling besar di antara mereka semua, dengan diameter sekitar 6
cm dan panjang yang sekitar 25 cm. Aku menatap sayu pada Girno.
“Pak, pelan pelan pak ya..” aku mencoba mengingatkan Girno, yang hanya
menganguk sambil tersenyum. Kini kepala penis Girno sudah dalam posisi
siap tempur, dan Girno menggesek gesekkannya ke mulut vaginaku. Aku
semakin terangsang, dan mereka tanpa memegangi pergelangan tangan dan
kakiku yang sudah tidak terikat, mungkin karena sudah yakin aku yang
telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri,
mulai mengerubutiku kembali.
Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara
Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan
yang kuterima ini, membuat aku orgasme yang ke dua kalinya. Kembali
tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini cairan
cintaku muncrat menyembur membasahi penis Girno yang memang sedang
berada persis di depan mulut vaginaku.
“Eh.. non Eliza ini… belum apa apa sudah keluar 2 kali, pake muncrat
lagi. Sabar non,kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan.
Tapi ada
bagusnya juga lho, memek non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih
gampang ditembus ya”, ejeknya sambil mulai melesakkan penisnya ke
vaginaku.
“Aduh.. sakit pak” erangku, dan Girno berkata “Tenang non, nanti juga enak”.
Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih
dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku yang
sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar,
Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku, namun dengan
penuh kesabaran, Girno terus memompa dengan lembut hingga tak terlalu
menyakitiku.
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa
nikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit,
dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan
aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke
dalam vaginaku. Hadi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting
payudaraku yang sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak
tadi. Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali,
rupanya akhirnya selaput daraku robek.
“Ooohhh… aaaauuugggh… hngggkk aaaaagh…” Aku menjerit kesakitan, seluruh
tubuhku mengejang, dan air mataku mengalir, dan kembali aku merasakan
keringatku mengucur deras. Aku ingin meronta, tapi rasa sesak di
vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun
padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.
“Aduh.. sakit pak Girno… ampun”, erangku, namun Girno hanya tertawa tawa
puas karena berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak,
“terus.. terus..”. Aku menggeleng gelengkan kepalaku kuat kuat ke kanan
dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang
hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan
lejangan tubuhku supaya vaginaku penuh sesak itu tak semakin terasa
sakit. Namun lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip ditambah belaian
pada rambutku serta dua orang tukang sapu yang menyusu seperti anak
kecil di payudaraku ini membuat gairahku yang sempat padam kembali
menyala.
Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan itu. Girno
terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya
pada vaginaku. Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa
sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah
nikmat yang melanda selangkanganku. Penis itu begitu sesaknya walaupun
baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdenyut di penis itu
menambah sensasi yang luar biasa. Sementara itu Girno mulai meracau, “Oh
sempitnya non. Enaknya.. ah…”, sambil terus memompa penisnya sampai
akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyodok bagian terdalam dari
vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani
menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.
Mulutku ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari
sesuatu yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi
kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa
yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.
Dan setelah diam untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno
memulai pompaanya. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan
si Girno. Dan erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas
Urip memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini. Aku
gelagapan, dan Urip berkata “Isep non. Awas, jangan digigit ya!” Aku
hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini, tapi
lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang
juga, tapi diameternya tak terlalu besar disbanding dengan penisnya
Girno. Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis
itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak
ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun
berulang kali aku tersedak. Selagi aku bejruang beradaptasi terhadap
sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan
tanganku ke penisnya.
“Non, ayo dikocok!”, perintahnya. Penis itu tak hampir tak muat di
genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku tak sempat memperhatikan
seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku, aku sadar
penis itu panjang. Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba
pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang
mengerubutiku menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Girno masih
tetap bersemayam dalam vaginaku.
Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian
lakukan pada Eliza?”. Aku merasa ada harapan, segera melepaskan
kulumanku pada penis Urip, dan sedikit berteriak “Pak Edy, tolong saya
pak. Lepaskan saya dari mereka”. Pak Edy seolah tak mendengarku, dan
berkata pada Girno, “Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya?
Untung saya mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih,
itu bon gak ketemu juga tidak apa apa…
hahaha…”. Aku yang sempat kembali
merasa ada harapan untuk keluar dari acara gangbang ini, dengan kesal
melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku pada penis
Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi
kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir.
Setelah sadar bahwa pak Edy juga sebejat mereka, semuanya tertawa lega,
dan sambil mulai melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku, Girno
berkata, “Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non
Eliza masih nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo
soal memeknya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih”.
Pak Edy tertawa.
“Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar
kan?” katanya mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata
(untungnya) penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek
di antara mereka.
Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya.
“Aaaaagh.. paaak… sayaaa… keluaaaar….”, erangku yang tanpa sadar mulai
menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang
memang menganggur.
Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak.
Ludah Urip yang bercampur dengan air liurku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak membantu sama sekali. Rasa pedih yang menjadi jadi mendera anusku, dan aku kembali mengerang panjang.
“Aaaaaaaaaaaaagh… sakiiiit”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis
itu amblas seluruhnya dalam anusku. Selagi aku mengerang dan mulutku
ternganga,
Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenanmkan penisnya dalam
mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak
mirip punya Urip yang sedang menyodomiku, begitu panjang, walaupun
diameternya tidak terlalu besar. Tapi penis itu cukup panjang untuk
menyodok nyodok tenggorokanku. Kini tubuhku benar benar bukan milikku
lagi.
Urip mulai memompa anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis
Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno
sedikit tertarik keluar, tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan
penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku,
tapi akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Girno kembali menancap
dalam dalam di vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga
tusukannnya, membuat aku benar benar melayang dalam kenikmatan. Hanya 2
menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa
pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena
semuanya seolah olah terkunci. Dalam keadaan orgasme, mereka tanpa
ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda
bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme!
Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan
cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku
yang sampai lebih dari 3 menit. namun semua cairan cintaku yang aku
yakin sudah bercampur darah perawanku tak bisa mengalir keluar,
terhambat oleh penis Girno.
Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Girno bergetar getar.
Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku dari
belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal. Kenikmatan yang aku alami
sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan
yang seperti ini.
Aku memang pernah bermasturbasi, namun yang ini benar benar membuatku
melayang. Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya
desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis
Soleh mengorek ngorek tenggorokanku. Entah sudah berapa kali aku
mengalami orgasme, sampai akhirnya, “Hegh.. hu… huoooooooh..”, Girno
melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot
berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan
cintaku untuk yang ke sekian kalinya. Akhirnya Girno orgasme juga
bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek
sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar
dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran
darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.
“Oh.. enake rek, memek amoy seng sek perawan…”, kata Girno, yang tampak
amat puas. Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh
cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari anusku, dan Soleh tak
memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu
lemas karena kelelahan, ambruk menindih Girno yang masih belum juga
melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku. Kini aku
mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama hampir
satu jam ini. Namun aku tidak menangis.
Tak ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati
perlakuan mereka, bahkan gilanya, aku menginginkan diriku digangbang
lagi seperti tadi. Apalagi mereka cukup lembut dan pengertian, tidak
sekasar yang aku bayangkan.
Mereka benar benar menepati janji untuk tidak melukaiku dan menyakitiku
seperti menampar ataupun menjambak rambutku. Bahkan Girno memelukku dan
membelai rambutku dengan mesra dan penuh kasih saying, setidaknya
menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam
pelukannya. Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur
tubuhku seolah ingin menikmati tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis
ini. Entah kenapa aku merasa aku rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati.
“Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu?”, pikirku dalam hati.
Lamunanku terputus saat Girno mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil terlepas dari vaginaku.
“Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di bawahku yang
sedikit mengkangkang. Aku hanya menurut saja dan mengarahkan vaginaku ke
penisnya yang tegak mengacung. Aku memegang dan membimbing penis itu
untuk menembus vaginaku yang sudah tidak perawan lagi ini.
“Ooh… aaah….”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke dalam
vaginaku. Lebih mudah dari punya Girno tadi, karena diameter penis si
Soleh memang lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya membuat aku
sedikit banyak kelabakan.
“Ooh.. aduuuuh…”, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh
hingga amblas sepenuhnya dalam vaginaku. Penisnya terasa hangat, lebih
hangat dari punya si Girno yang kini duduk di kursi tengah ruang ini
sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk bernafas sejenak,
kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini
menindih Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat
bibirku.
Baru aku sadar, Soleh ini pasti tinggi sekali. Dan rupanya si
Urip belum puas dan ingin melanjutkan anal seks denganku. Kembali aku
disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap.
Aku melebarkan kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan…
perlahan tapi pasti, anusku kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah tubuhku kembali terasa sesak.
Walaupun memang tidak sesesak tadi, namun cukup untuk membuatku merintih
mengerang antara pedih dan nikmat.
Kini Hadi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang
tangan kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka
dan mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, wali
kelasku yang ternyata bejat ini mengambil posisi di depanku, memintaku
mengoral penisnya.
“Dioral sekalian El, daripada nganggur nih”, katanya dengan senyum yang
memuakkan. Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat atau
mengancam yang macam macam.
Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati, membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku. Jadi kini aku digempur 5 orang sekaligus, yang mana justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat membawaku orgasme lagi.
“Eeeeeemmmmph….”, erangku keenakan. Tubuhku mengejang, dan kurasakan
cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang
juga merem
melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan
tanpa ampun spermanya muncrat membasahi kerongkonganku. Baru kali ini
aku merasakan sperma dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam.
Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film bokep, tanpa disuruh aku
sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati,
dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang
kecil itu.
Soleh mengejek pak Edy, “Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama
sepongannya non Eliza? Bagaimana nanti sama memeknya? Seret banget lho
pak”, kata Soleh, yang disambung tawa yang lain.
Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di
sebelah si Girno. Aku tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini
tugasku menjadi sedikit lebih ringan. Hadi yang juga ingin merasakan
penisnya kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan penisnya ke
mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan tangan
kananku pada penis Yoyok kupercepat, mengimbangi cepatnya sodokan demi
sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan
anusku. Urip tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang “Oooouuuuggghh…”, seiring berkedutnya penisnya dalam anusku, dan
menyemprotkan maninya berulang ulang. Terasa hangat sekali anusku di
bagian terdalam. Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku
sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan
Yoyok menggantikan Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman
tanganku tadi pada penis Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang,
tapi… diameternya itu… rasanya seimbang dengan punya si Girno.
Oh celaka… penis itu akan segera menghajar anusku.
“ooooh… oooooogh… sakiiiit…”, erangku ketika Yoyok memaksakan penisnya
sampai akhirnya masuk. Namun seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang
menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar
biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku semakin tersengat
birahi ketika Soleh yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang
tergantung di depan matanya, sementara Hadi menekan nekankan kepalaku
untuk lebih melesakkan penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku juga
sadar, ternyata penis si Hadi ini setipe dengan punya Urip atau Soleh.
Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya
mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam
vaginaku, tapi tiba tiba penis Hadi berkedut lebih keras dan langsung
menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga mulutku. Aku
gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan
masuk dalam kerongkonganku. Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba
tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian
menyemprotkan sperma berulang ulang dalam anusku, diikuti Soleh yang
menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh kenikmatan.
“Oooooohh… aaaaaaargh”, seolah tak mau kalah, aku juga mengerang
panjang. Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di
dalam vaginaku, aku juga mengalami orgasme hebat. Hadi jatuh terduduk
lemas setelah penisnya kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi.
Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku memeluk dan
lembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal
kehabisan nafas. Yoyok yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah
terlepas dari anusku, juga duduk bersandar di dinding. Kini tinggal aku
dan Soleh yang ada di atas ranjang, dan kami bergumul dengan panas.
Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya,
dan penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek,
mungkin dikarenakan penis Soleh yang panjang. Tanpa sadar, kakiku
melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya
terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.
Pergumulan kami yang panas, menyebabkan Girno terbakar birahi. Tenaganya yang sudah pulih seolah ditandai dengan mengacungnya penisnya, yang tadi sudah berejakulasi. Namun ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk menggenjotku. Girno segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu Girno segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku.
Girno yang sudah terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas,
membuat tubuhku kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan
merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini. Gilanya, aku mulai berani
mencoba lebih merangsang Girno dengan pura pura ingin menahan sodokan
penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya. Benar saja, dengan
tatapan garang ia mencengkram kedua pergelangan tanganku dan menelentangkannya, membuatku tak berdaya.
Dan sodokan yang
menghajar vaginaku terasa semakin keras. Aku menatap Girno dengan
pandangan sayu memelas untuk lebih merangsangnya lagi, dan berhasil.
Dengan nafas memburu, Girno melumat bibirku sambil terus memompa
vaginaku. Kini aku yang gelagapan. Orgasme yang menderaku membuat
tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya melepaskannya karena
seluruh gerakan tubuhku terkunci, hingga akhirnya Girno menggeram nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi liang vaginaku.
Girno melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun
aku sudah terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari
ranjang, setelah melumat bibirku dengan ganas, lalu memberi kesempatan
pada pak Edy yang sudah ereksi kembali. Kali ini, ia terlihat lebih
gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya
sudah ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku
memuakkan, ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah
banjir cairan sperma bercampur cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang
berarti, ia sudah melesakkan penisnya seluruhnya. Aku sedikit mendesah
ketika ia mulai memompa vaginaku.
Namun lagi lagi seperti tadi, belum
ada 3 menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan
lagi ia menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku.
Yang lain kembali tertawa, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam
”sesi” ini, memandang yang lain, terutama Hadi yang belum sempat
merasakan selangkanganku. Hadi yang seolah mengerti, segera mendekatiku.
Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan dimesra mesrakan, membuatku
sedikit geli namun cukup terangsang juga. Tak lama kemudian, Hadi sudah
siap dengan kepala penis yang menempel di vaginaku, lalu mulai
melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal ini,
sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Hadi cukup terburu
buru dalam proses penetrasi ini. Selagi kami dalam proses menyatu, yang
lain sedang mengejek pak Edy yang terlalu cepat keluar. Ingin aku
menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku menahan diri dan
diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.
Hadi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku.
Pinggangku bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah
menggambarkan aku yang sedang mencari kenikmatan. Selagi aku dan Hadi
sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku melihat yang lain yaitu Yoyok
dan Urip akan pergi ke wc, katanya untuk mencuci penis mereka yang tadi
sempat terbenam dalam anusku.
Sambil keluar Urip berkata, “nanti kasihan non Eliza, kalo memeknya yang bersih jadi kotor kalo kontolku tidak aku cuci”.
“Iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut kontol yang kotor seperti ini”, sambung Yoyok.
Oh… ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang,
dan menyerahkan tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Hadi dengan
sepenuh hati, setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku
hingga penis itu bersarang semakin dalam. Tanpa ampun lagi, tak 5 menit
kemudian aku orgasme disusul Hadi yang menembakkan spermanya dalam
liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Yoyok dan Urip.
Namun mereka
berdua ini tak langsung menggarapku. Setelah Hadi kembali terduduk
lemas di bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur
tubuhku, memberiku kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme
barusan. Mereka berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil,
membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul 21:00
malam. Tak terasa sudah satu jam aku melayani mereka semua.
Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk
minum. Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus.
“Sebentar bapak bapak, saya mau minum dulu ya”, kataku.
Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman
yang tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat
cuci perut yang mengantarku ke horor di ruang UKS ini.
“Pak Girno. Itu air sudah bapak campurin obat cuci perut kan? Tolong
pak, belikan saya minuman dulu. Tapi jangan dicampurin apa apa lagi ya
pak”, kataku sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam
dompet yang ada di dalam tas sekolahku.
Tapi Girno berkata, “Gak usah non. Saya belikan saja”.
Girno pergi ke wc sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan
mengenakan celana dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk
membeli air minum untukku. Sambil menunggu, yang lain menggodaku,
merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang
indah dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua.
Tak lama kemudian, Girno kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang
segelnya sudah terbuka. Aku menatapnya curiga, dan bertanya dengan
ketus.
“Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas lagi?”.
Girno dengan tersenyum menjawab, “nggak non. Masa lagi enak enak gini
saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Eliza gak
terlalu capek. Buat tambah tenaga non”.
Yah.. pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai
setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil
botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong
sampah.
Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan
Yoyok. Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku,
keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku. Padahal mereka belum
menyentuhku. Aku langsung mengerti, ini pasti ada obat perangsang yang
dicampurkan dalam minuman tadi. Sialan deh, aku kini semakin
terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Yoyok bergantian memompa
vagina dan mulutku.
Awalnya Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Yoyok memintaku mengoral penisnya.
Karena obat perangsang itu, sebentar sebentar aku mengalami orgasme, dan
tiap aku orgasme mereka bertukar posisi. Rasa sperma dari banyak orang,
bercampur cairan cintaku kurasakan ketika mengoral penis mereka, dan
membuatku semakin bergairah. Mereka akhirnya berorgasme bersamaan, Yoyok
di vaginaku dan Urip di tenggorokanku. Sedangkan aku sendiri sampai
pada titik dimana aku kembali mengalami multi orgasme.
Ada 3 sampai 4 menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku
terangkat angkat, kakiku melejang lejang sementara tanganku menggengam
sprei yang sudah semakin basah dan awut awutan. Aku melenguh panjang,
kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu
birahi, tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya
bisa memejamkan mata menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku.
Kemudian bergantian mereka terus menikmati tubuhku. Aku sudah setengah
tak sadar kerena terbakar nafsu birahi yang amat hebat, melayani dan
melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku.
Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan
pukul 21:45. Mereka membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit
pulih. Aku bangkit berdiri lalu melap tubuhku yang basah kuyup oleh
keringat dengan handuk dan membersihkan selangkangan dan pahaku yang
belepotan sperma. Dan dengan nakal Girno melesakkan roti hot dog ke
dalam vaginaku. Aku mendesah dan memandangnya penuh tanda tanya, tapi
Girno hanya tertawa sambil memakaikan celana dalamku, hingga roti itu
semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup ketat.
Aku melenguh
nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan, dan
mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku, memasang kaitannya di
belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku,
mereka melingkariku yang duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan
kaus kaki dan sepatu sekolahku. Kemudian aku menatap mereka semua, siap
mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah.. ah, kalo
itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu
sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian
melayani mereka sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan?? Dan tentang
kalo mereka ingin memperkosaku lagi di lain waktu, aku juga sudah
pasrah.
“Non Eliza, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami
masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata
Girno.
Aku tak terlalu terkejut mendengar hal ini, tapi aku berpura pura tidak mengerti dan bertanya, “maksud bapak?”
“Non tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari.
Kebetulan, minggu depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester 3.
Dua hari sebelum hari Natal. Tanggal 24 kan libur, kami ingin non Eliza
datang ke sini jam 7 malam untuk melayani kami lagi. Seperti hari ini,
non cukup melayani kami 2 jam saja. Soal pertemuan berikutnya, kita bisa
atur lagi nanti tanggal 24 itu. Non harus datang, karena kalo tidak
wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” jelas
Girno panjang lebar.
Pak Edy mengiyakan dan berkata, “benar Eliza. Saya bisa membuatmu tidak
naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari. Jadi sebaiknya kamu
jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain. Lagipula, saya
yakin kamu cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh seperti itu”.
Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah.
Oh Tuhan… di malam Natal minggu depan, aku harus bermain sex dengan enam
laki laki yang ada di sekitarku ini… Dan aku tak bisa menolak sama
sekali… Setelah semua beres, aku diijinkan pulang. Dalam keadaan loyo,
aku berjalan tertatih tatih ke mobilku, selain sakit yang mendera
selangkanganku akibat baru saja diperawani dan disetubuhi ramai ramai,
roti yang menancap pada vaginaku sekarang ini membuat aku tak bisa
berjalan dengan normal dan lancar. Untungnya tak ada yang melihatku dan
menghadangku, akhirnya aku sampai ke dalam mobil, dan menyetir sampai ke
rumah dengan selamat.
Sampai di rumah, sekitar pukul 22:30, aku memencet remote pintu pagar
untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah
memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah,
langsung menuju kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke
kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang sudah sedikit
hancur terkena campuran sperma dan cairan cintaku.
Aku menyemprotkan air
shower ke vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di
dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek vaginaku untuk lebih cepat
membersihkan semuanya. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku
tahu aku harus segera beristirahat. Maka aku segera mandi keramas
sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai
daster tidur satin yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat
kelelahan ini di ranjangku yang empuk.
Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi menggangbang aku.
© 2014 - 2019 Cerita-Cerita.Sextgem
Cerita cerita sex sejagat
hi , girl jum videocall , chat share2 something ke
add wechat : senzomaka92
add skype : mad.senzo
jum
Horny
So true. Honesty and everything reocdnizeg.